Tempe yang dibuat dari kedelai lalu difermentasi memakai jamur Rhizopus oligosporus ini ternyata sudah dikenal berabad-abad lalu, terutama dalam budaya makan masyarakat Jawa. Rujukan pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875. Saat ini tempe bahkan sudah mendunia seiring dengan migrasi orang-orang Jawa ke seluruh penjuru.
Khasiat tempe terhadap kesehatan sudah diketahui sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar.
Menurut Prof.dr.Made Astawan, guru besar dari Institut Pertanian Bogor, tempe memang mengandung zat antibakteri penyebab diare. Tempe juga berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas untuk menghambat proses pencernaan dan mencegah berbagai penyakit, menurunkan kolesterol hingga mengatasi hipertensi.
Keunggulan lain dari tempe adalah bisa dikonsumsi orang dari segala usia. Menurut dr.Samuel Oetoro, Sp.GK, ahli gizi dari Semanggi Klinik, tempe merupakan sumber protein yang mudah dicerna tubuh.
"Protein dalam tempe sudah dipecah-pecah oleh kapang tempe sehingga protein, lemak dan karbohidratnya menjadi lebih mudah dicerna. Selain itu tempe juga mengandung serat," kata dr.Samuel yang ditemui disebuah acara peluncuran studi gizi nasional di Jakarta.
Kandungan serat dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 pesen. Hal ini berarti dalam setiap 100 gram tempe akan menyumbang sekitar 30 persen dari jumlah serat yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari.
Prof.Made dalam bukunya Kandungan Gizi dan Bahan Makanan menyebutkan, penelitian menunjukkan bayi dan balita yang menderita gizi buruk mengalami pertumbuhan berat badan setelah diberikan konsumsi tempe. Balita yang menderita diare juga lebih cepat sembuh dalam waktu singkat.
Konsumsi tempe 150 gram setiap hari selama dua minggu juga terbukti bisa menurunkan kolesterol total.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar